April 25, 2024

Jauh sebelum virus corona melanda dunia, ada wabah yang pernah mengancam Eropa pada abad ke-14.

Tak tanggung-tanggung, yang disebut pes pes Kematian kelam ketika itu merenggut nyawa puluhan juta orang. Sekitar 60 persen penduduk Eropa meninggal.

Gejala yang muncul pada korban adalah menghitamnya kulit di ujung hidung, jari kaki, atau jari tangan.

Warna hitam bisa muncul karena ada jaringan yang mati. Itu sebabnya kemudian wabah pes abad ke-14 disebut Kematian kelam.

Wabah pes yang kemudian menjadi epidemi meninggalkan trauma mendalam di Eropa. Suasana tegang semakin parah karena tubuh manusia berserakan di jalanan.

Hingga ada ungkapan sedih seorang penyair yang mengungkapkan betapa cepat kematian menjemput.

“Di pagi hari anak-anak masih sarapan bersama teman-temannya. Di malam hari mereka makan malam dengan leluhur mereka.”

Baca Juga: Mengenal Suku Hopi, Bangsa Primitif Amerika yang Ramalannya Sering Terbukti

Black Death menyebar melalui tikus yang memiliki kutu dan menempel di tubuh manusia

Kematian Hitam, Wabah 'Maut Hitam' yang Hampir Memusnahkan Penduduk Eropa

(foto: pngdownload)

Sejarawan Ole Jorgen Benedictow dari Norwegia menjelaskan dari mana asal wabah di Kematian Hitam, 1346-1353: Sejarah Lengkap.

Wabah pes menyebar di Eropa berasal dari Laut Kaspia, selatan Rusia pada musim semi 1346.

Kemudian dengan cepat menyebar ke barat melalui migrasi tikus coklat Rusia yang daya tahan tubuhnya lebih kuat dari tikus hitam Eropa.

Kutu pada tikus coklat menempel pada tubuh tikus hitam. Setelah terkena penyakit pes, tikus umumnya hanya bertahan hidup selama empat belas hari dan setelah itu mati.

Kematian massal tikus membuat kutu membutuhkan tempat tinggal baru. Mereka akhirnya menemukan tempat bertengger baru, yaitu tubuh manusia.

Banyak korban tewas mengenaskan di kapal dagang

Kematian Hitam, Wabah 'Maut Hitam' yang Hampir Memusnahkan Penduduk Eropa

(foto: gettyimages)

Selain dari Laut Kaspia, ada juga sumber yang mengatakan berasal dari Italia melalui kapal dagang. Kapal dagang dari Italia yang berlayar di berbagai kota seperti; Genoa, Venesia, Bruges, dan London juga menyebarkan wabah pes.

Perlu dipahami bahwa Eropa saat itu masih belum memiliki sistem pembersihan yang terjamin, termasuk pada kendaraan lautnya.

Di antara keranjang barang dan karung ada tikus dengan kutu yang merayap masuk. Sebelum mendarat, banyak penumpang di dalamnya yang tewas mengenaskan.

Yersinia pestis yang terkandung dalam kutu tikus juga mengancam manusia di seluruh Eropa.

Baca juga: Villa Las Estrellas, Kawasan di Kutub Selatan Didiami Sekitar Ratusan Orang

Ada konspirasi bahwa Black Death adalah kutukan Tuhan

Kematian Hitam, Wabah 'Maut Hitam' yang Hampir Memusnahkan Penduduk Eropa

(foto: sejarah)

Sulitnya penanganan dan pengobatan yang dilakukan, berbagai spekulasi pun bermunculan. Kematian karena Kematian kelam dianggap sebagai kutukan dari Tuhan.

Pengetahuan yang masih rendah di masyarakat dan ditambah kepercayaan pada takhayul membuat situasi semakin genting.

Ada konspirasi bahwa orang yang terkena Kematian kelam wajib membunuh sebanyak mungkin orang Yahudi untuk menebus dosa-dosa mereka.

Hal ini membuat populasi Eropa semakin berkurang. Mereka yang tidak terinfeksi juga bisa mati karena dibunuh.

Situasi mencekam karena wabah tersebut tidak hanya melanda Eropa, tetapi juga Timur Tengah dan sebagian Asia.

Sampai hari ini, tidak ada yang tahu persis mengapa atau bagaimana wabah ini berakhir. Ada kemungkinan bahwa hilangnya wabah itu karena modernisasi.

Ada pendapat lain bahwa wabah mereda karena genetika tubuh manusia berevolusi, sehingga lebih tahan terhadap bakteri.

Aturan karantina 30 hari telah diterapkan

Wabah 'Maut Hitam' yang hampir memusnahkan penduduk Eropa

(foto: stanford)

Epidemi yang memicu krisis parah menjadi pendorong tersendiri bagi pengembangan regulasi kedokteran dan kesehatan masyarakat agar masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang penyakit tersebut.

Untuk mengurangi dampak penyebarannya, pemerintah sebenarnya sudah mengenal karantina. Secara historis, kebijakan tersebut pertama kali diterapkan oleh Republik Ragusa (sekarang Dubrovnik di Kroasia) pada tahun 1377.

Kota itu menutup perbatasannya selama 30 hari. Ada juga penduduk yang telah dikarantina secara parah di sebuah pulau terpencil di Italia. Banyak dari mereka mati sendiri di sana.