April 25, 2024

Yang Chil Sung, nama seorang pejuang yang mempertaruhkan nyawanya untuk Indonesia. Dari namanya terlihat bahwa dia bukan dari Indonesia, melainkan dari Korea.

Meski bukan orang pribumi, jasanya untuk Indonesia tetap dikenang. Apalagi bagi masyarakat Garut, tempat ia dulu tinggal, berperang, lalu dimakamkan.

Bagaimana dia bisa sampai ke Indonesia dan ikut berjuang? Simak cuplikan kisah hidupnya sebagai berikut.

Baca juga: Perairan Masalembo, Segitiga Bermuda Indonesia yang Menelan Banyak Korban

Dibawa oleh Jepang ke Indonesia

Kisah Kepahlawanan Yang Chil Sung, Orang Korea yang Berani Mati Untuk Indonesia

(foto: kbs)

Prajurit kelahiran Wanjoo, Korea Selatan pada 29 Mei 1919 ini awalnya bisa berangkat ke Indonesia karena dibawa oleh Jepang pada tahun 1942.

Memang, saat itu, baik Indonesia maupun Korea Selatan sedang dijajah oleh Jepang. Di Indonesia, ia dan tentara lainnya ditugaskan untuk menjaga tahanan di kota Bandung.

Kemudian akhirnya pindah ke Garut dan bergabung dengan tentara pribumi dan melawan penjajah di daerah Wanaraja. Yang Chil Sung juga diberi nama Jepang Sichisei Yanagawa.

Memilih untuk bertahan hidup dan menikahi wanita Indonesia

Kisah Kepahlawanan Yang Chil Sung, Orang Korea yang Berani Mati Untuk Indonesia

(foto: kbs)

Ketika Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, ia tinggal di Indonesia dan juga bergabung dengan TNI.

Tak lama kemudian, ia berniat menikahi wanita Indonesia. Oleh karena itu ia mengganti namanya menjadi Komarudin dan memeluk agama Islam.

Ketika Belanda kembali ke tanah air untuk melancarkan agresi militer, ia juga datang ke Garut. Tidak sendiri, ia bersama dua tentara Jepang yang berada di Bandung, Hasegawa dan Aoki.

Dia bersama Hasegawa dan Aoki terkenal dengan kemampuan bertarung mereka yang bagus.

Baca juga: Sejarah Penemuan Lampu Lalu Lintas, Terlihat Mengerikan

Mencegah Belanda memasuki Garut

Kisah Kepahlawanan Yang Chil Sung, Orang Korea yang Berani Mati Untuk Indonesia

(foto: wjtoday)

Mereka adalah anggota dari kelompok yang disebut Pasukan Pangeran Papak dari Markas Besar Gerilya Galunggung.

Mereka adalah gerilyawan di bawah pimpinan Mayor Kosasih yang bermarkas di Kecamatan Wanaraja, Garut.

Pasukan juga menulis cerita heroik pada saat kejadian Bandung Lautan Api.

Namanya juga tercatat berhasil menggagalkan Belanda merebut Wanaraja dengan menghancurkan Jembatan Cimanuk dengan meledakkannya. Kini jembatan tersebut dikenal dengan nama Jembatan Jalan Perintis Kemerdekaan.

Ia dikenal ahli dalam membuat bom. Sementara itu, Hasegawa dan Aoki menyusun strategi untuk memblokir jalan. Akibatnya, tentara Belanda gagal masuk ke Garut.

Tidak hanya dia masuk Islam dan mengubah namanya, juga Hasegawa dan Aoki. Dengan bantuan Mayor Kosasih, Hasegawa mengubah namanya menjadi Abubakar, sedangkan Aoki menjadi Usman.

Dihukum mati dan dimakamkan di Garut

Orang Korea yang berani mati untuk Indonesia

(foto: kbs)

Sayangnya, aksi ketiganya dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia ternyata berakhir tragis di tangan Belanda.

Komarudian, Abubakar, dan Usman, serta dua tentara Indonesia lainnya ditangkap di Gunung Dora, Kabupaten Sucinaraja, di perbatasan Garut dan Tasikmalaya. Itu terjadi karena ada pengkhianat yang membocorkan tempat persembunyiannya.

Para pejuang dijatuhi hukuman mati. Mereka dianggap telah melakukan tindakan makar terhadap Belanda. Tidak lama kemudian, pada 10 Agustus 1949 mereka dieksekusi dan masyarakat Garut menyaksikannya.

Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Saat itu usianya baru menginjak 30 tahun.

Sejarah kepahlawanan warga Korea Selatan membuat kagum masyarakat Garut. Meski berlatar belakang bukan warga negara Indonesia, ia merupakan pejuang tangguh yang jasanya abadi karena berani mati membela negara.