April 20, 2024

Ada sebuah tradisi tahunan di Jawa yang disebut dengan Rebo Wekasan. Dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar pada kalender Hijriyah, tradisi ini bertujuan untuk menolak bala.

Meskipun istilah tersebut sebenarnya masih cukup asing bagi sebagian masyarakat, tapi ternyata sempat trending di media sosial. Ada keyakinan bahwa hari Rabu terakhir di bulan Safar akan muncul berbagai penyakit atau bencana.

Maka dari itu, masyarakat mengantisipasinya dengan amal ibadah dan rutual khusus.

Baca juga: Apa Itu Mothman, Makhluk Misterius yang Melayang di Langit

Dijalankan sebagai bentuk ketaatan dan usaha untuk menangkal bencana

Rebo Wekasan, Tradisi Masyarakat Jawa di Bulan Safar untuk Menolak Bala

(foto: bimbinganislam)

Rebo Wekasan berasal dari bahasa Jawa dan disebut juga dengan beberapa nama seperti Rabu Pungkasan, Rabu Pamungkas, atau Arba Musta’mir dalam bahasa Arab.

Kegiatannya dilakukan secara rutin pada hari Rabu terakhir di bulan Safar. Bulan Safar sendiri merupakan bulan kedua dalam penanggalan Hijriyah. Pada tahun 2020, Rebo Wekasan bertepatan dengan tanggal 14 Oktober 2020.

Masyarakat mengisinya dengan ritual ibadah dan upacara adat. Umat Islam dianjurkan melaksanakan salat, sedekah, dan kebaikan untuk sesama.

Selain bentuk ketaatan, masyarakat yang meyakininya berusaha untuk menghindar dari segala bahaya yang mungkin mengancam.

Meskipun dianjurkan beribadah, tapi tradisi di bulan Safar yang semacam Rebo Wekasan sebenarnya tidak ada tuntunan khusus yang dicontohkan Nabi Muhammad.

Sudah ada sejak abad ke-17 dan lebih banyak daerah pesisir yang menjaga tradisinya

Rebo Wekasan, Tradisi Masyarakat Jawa di Bulan Safar untuk Menolak Bala

(foto: agoda)

Rebo Wekasan berawal dari Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi pada kitab Fathul Malik Al Majid Al Muallaf Li Naf’il Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid atau Mujarrobat ad-Dairobi.

Menurut Karel A. Steenbrink dalam buku Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19 (1984) disebutkan bahwa tradisi Rebo Wekasan sudah ada sejak abad ke-17 awal.

Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Aceh, Sumatera, Riau, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Di wilayah Jawa, lebih banyak masyarakat tepi pantai yang menjalankannya.

Dilansir dari Islamnusantara, wilayah pesisir yang menjaga tradisi ini pada umumnya relatif lebih kuat keislamannya dibandingkan daerah pedalaman.

Di sebagian lingkungan masyarakat Jawa, Madura, dan Sunda, tradisi ini masih berlangsung secara turun-temurun dalam bentuk upacara adat.