April 25, 2024

Kampung Batik Laweyan merupakan salah satu tempat bersejarah yang ada di Kota Solo, Jawa Tengah. Kampungnya bersejarah dan memiliki suasana seperti tempo dulu.

Dari sekian banyak kampung batik yang ada di Indonesia, Laweyan termasuk yang tertua dan memiliki sejarah panjang sampai akhirnya jadi sebuah cagar budaya.

Saat masuk ke wilayah Kampung Laweyan, terlihat rupa-rupa dindingnya tampak tua seperti mengajak bernostalgia. Dinding tua yang warnanya memudar juga menjadi saksi bisu kejayaan di masa lalu.

Baca juga: Kempo: Sejarah, Teknik Dasar, Aturan Pertandingan, dan Istilah Penting

Sudah berdiri sebelum era Kerajaan Pajang dan ditumbuhi banyak pohon kapas

Sejarah Kampung Batik Laweyan Solo, Sudah Berumur 600 Tahun

(foto: pinterest)

Lokasi Kampung Batik Laweyan ada di dekat pusat kota Solo, tidak jauh dari jalan raya terbesar di Solo. Daerah Kecamatan Laweyan dahulu banyak pohon kapas.

Di sana juga termasuk sentra industri tekstil lalu berkembang ke sentra industri bahan pakaian berbahan tenun. Kain-kain tenun yang dihasilkan menjadi bahan pakaian disebut lawe. Itulah mengapa daerahnya disebut Laweyan.

Berdasarkan sejarahnya yang dicatat RT Mlayadipuro, Kampung Laweyan sejak dulu sudah berdiri sebelum era Kerajaan Pajang (1568-1586).

Saat itu ada sosok Ki Ageng Henis yang bertempat tinggal di Laweyan. Ki Ageng Henis merupakan keturunan dari Ki Ageng Sela dan keturnan Raja Brawijaya V.

Pada zaman dulu, Ki Ageng Henis yang disebut juga Ki Ageng Laweyan mengajarkan tentang teknik membuat batik tulis kepada muridnya.

Saudagar Muslim dari Laweyan juga terbantu oleh peran KH Samanhudi 

Sejarah Kampung Batik Laweyan Solo, Sudah Berumur 600 Tahun

(foto: kampungbatiklaweyan)

Selain sosok Ki Ageng Henis, beberapa sumber mengatakan bahwa KH Samanhudi juga memiliki andil pada sejarah Kampung Batik Laweyan.

Faktanya, jarak keduanya terpaut ratusan tahun. Pada tahun 1905 Masehi, KH Samanhudi adalah sosok di balik berdirinya organisasi Serikat Dagang Islam.

Keberadaa KH Samanhudi juga berjasa dalam menghimpun saudagar Muslim yang menjual batik di Laweyan Solo untuk bisa menghadapi orang-orang Belanda yang semakin kuat pengaruhnya di lingkungan keraton.

Batik Laweyan kini mempunyai 250 motif yang telah dipatenkan. Batik dari Laweyan terkenal dengan warna yang relatif terang.

Bahkan wisatawan mancanegara kini juga sudah mulai banyak yang mengenal kawasan Laweyan yang penduduknya sebagian besar jadi pengrajin batik.

Baca juga: Sejarah Ikat Pinggang, Dipopulerkan oleh Para Prajurit Militer

Dahulu daerahnya menjadi sentra perdagangan batik dan benang lawe untuk bahan baku

Sejarah Kampung Batik Laweyan Solo, Sudah Berumur 600 Tahun

(foto: pinterest)

RT Mlayadipuro menyebut bahwa penduduk dahulu mencari bahan baku kain tenun di Pasar Laweyan atau pasar Lawe yang ramai.

Bahan bakunya dari kapas yang saat itu paling banyak berasal dari Juwiring, Pedan, dan Gawok yang termasuk wilayah Kerajaan Pajang.

Dahulu, Laweyan jadi pusat kegiatan perdagangan di Solo dan sekitarnya karena memang letaknya ada di tepi Sungai Banaran yaitu sungai yang alirannya terhubung langsung ke Sungai Bengawan Solo.

Di sanalah tempat berlabuhnya perahu-perahu, tepatnya di Bandar Kabanaran yang berperan penting untuk aktivitas perdagangan, khususnya jual beli benang lawe dan kain batik.

Sekarang, kampung batik laweyan menjadi tempat wisata yang disediakan pemerintah Kota Solo. Wisatawan dari berbagai penjuru bisa datang untuk merasakan suasananya dan yang penting adalah mengenal batiknya.

Wisatawan bisa datang untuk berwisata, belajar membatik, atau sekadar jalan-jalan

Sejarah Kampung Batik Laweyan Solo, Sudah Berumur 600 Tahun

(foto: solocity)

Bukan cuma menjual batik, tapi di sana juga ada paket wisata berupa workshop pembuatan batik.

Untuk wisatawan yang berminat bisa mencoba belajar membatik secara singkat. Durasinya kurang lebih 2 jam dan peserta boleh membawa hasil karyanya.

Selain wisata sejarah batik yang sudah berumur 600 tahun, daya tarik lainnya ada pada arsitekturnya. Dindingnya yang tinggi dan gang-gang sempitnya berpadu menjadi ciri khas dari kampung batik Laweyan.

Ternyata rumah-rumah penduduknya banyak terpengaruh arsitektur Jawa, China, Eropa, dan Islam.

Luas lahannya sekitar 10 hektar pengunjung yang datang bisa berwisata sambil belanja, wisata sejarah, budaya, dan edukasi dalam satu paket.

Bahkan kalaupun sekadar untuk jalan-jalan dan mengambil foto untuk diunggah ke media sosial, juga sah-sah saja.