April 16, 2024

Setiap tahun, gema takbir Idulfitri bergema dari berbagai penjuru kota. Warga masing-masing daerah memiliki tradisinya sendiri dalam memaknai hari raya.

Seperti di Pontianak, Kalimantan Barat, suara dentuman yang menggelegar sudah menjadi ciri khas tersendiri.
Dentuman meriam yang bersahut-sahutan di tepi Sungai Kapuas.

Kemeriahan meriam karbit sudah sangat melegenda dan menjadi bagian dari sejarah Pontianak sejak zaman dahulu.

Sampa sekarang, tradisi meriam karbit yang berwarna warni dan meriah masih diadakan untuk menyambut hari raya Idulfitri.

Baca juga: Telaga Herang Majalengka, Ada Misteri di Balik Pesona Indah

Menurut kisah legenda, meriam karbit digunakan untuk mengusir ‘hantu’ di Sungai Kapuas

Tradisi Meriam Karbit, Festival Warga Pontianak Menyambut Lebaran

(foto: pinterest)

Berdasarkan legenda, tradisi meriam karbit merupakan nostalgia untuk mengingat tokoh pemimpin setempat bernama Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie (1771-1808) saat mengusir ‘hantu-hantu’ di sekitar Sungai Kapuas sampai terbentuk Kota Pontianak.

Dahulu, ketika Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie sedang menyusuri daerah aliran sungai demi menyampaikan ajaran Islam, ia melintas di anak sungainya, yaitu sungai Landak atau Tanjung Besiku.

Di sana, ia temukan adanya sarang para bajak laut yang melakukan aksi perampokan. Ia pun memerintah anak buah untuk menembak kapal bajak laut dengan menggunaka meriam.

Bajak laut yang melintasi sungai Kapuas dikenal dengan sebutan ‘hantu-hantu’ Pontianak yang sangat menyeramkan.

Menurut legenda lain, hantu di Pontianak adalah wanita yang memiliki rambut panjang, berwajah cantik, tapi mulutnya tampak berdarah-darah, dan belakangnya tubuhnya bolong.

Juga memiliki filosofi lain untuk menghilangkan hawa nafsu orang yang berpuasa

Tradisi Meriam Karbit, Festival Warga Pontianak Menyambut Lebaran

(foto: seruji)

Hantu yang melintasi anak sungai disebut sebagai hantu anak. Masyarakat sejak zaman dulu menyebut hantu di pintu anak sungai dengan kuntilanak, demikian juga cerita hantu Pontianak yang juga menjadi bagian legenda terkenal di kota Pontianak.

Kisah tentang tradisi meriam karbit saat akhir Ramadan dan menjelang Idulfitri sudah jadi semacam cerita yang disampaikan secara turun-temurun dan dilestarikan sampai sekarang, khususnya di kalangan masyarakat tepi sungai Kapuas.

Meriam karbit yang merupakan simbol pengusir hantu juga memiliki filosofi lain yaitu untuk menghilangkan hawa nafsu orang yang berpuasa.

Puncaknya adalah ketika malam takbir Idulfitri sebagai penanda datangnya bulan Syawal.

Banyak warga yang berpartisipasi, tapi juga ada yang hanya menonton saja

Tradisi Meriam Karbit, Festival Warga Pontianak Menyambut Lebaran

(foto: pontianakpost)

Salah satu budayawan Pontianak, yaitu Syafaruddin Usman menyebutkan tradisi meriam karbit yang dilakukan masyarakat Pontianak di penghujung Ramadan juga untuk menyambut malam Lailatul Qadar.

Rata-rata ukuran meriam karbit berdiameter 50-100 cm. Ukuran panjangnya juga beragam, antara 3-5 meter. Untuk satu kali dentuman, suaranya bisa terdengar ke seluruh penjuru Pontianak.

Banyak warga yang bertempat tinggal di tepi sungai Kapuas berpartisipasi ‘perang suara’ meriam karbit yang sudah dilukis warna warni.

Selain berpartisipasi, ada pula yang hanya sekadar menyaksikan dari kejauhan saja, karena tidak semuanya berani untuk menyalakan meriam yang ukuran raksasa.

Dari tahun ke tahun, festival meriam karbit selalu dinantikan oleh masyarakat

Festival Warga Pontianak Menyambut Lebaran

(foto: kumparan)

Tradisi meriam karbit yang biasa dibuat dari batang pohon ukuran besar juga menjadi salah satu permainan tradisional yang dilestarikan masyarakat di Pontianak.

Persiapan untuk membuatnya sudah dilakukan sejak awal Ramadan. Balok kayu yang awalnya direndam kemudian diangkat ke darat.

Tujuannya agar bisa dipakai lebih lama. Kotoran yang menempel selama direndam kemudian dibersihkan.

Setelah selesai dibersihkan, balok yang tadinya dibagi jadi dua kemudian dirakit kembali jadi satu dengan kain yang tebal. Begitu mengering, baloknya dililit atau disimpai dengan rotan sehingga tidak pecah saat dibunyikan.

Proses untuk melilitnya butuh waktu beberapa hari bergantung jumlahnya. Meriam yang sudah siap kemudian diletakkan pada dudukan yang menghadap ke seberang sungai.

Dari tahun ke tahun, acaranya yang berbentuk festival meriah selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Tapi tahun 2021 dari pihak pemerintah daerah tidak menggelar festival tahun ini karena mengurangi risiko pandemi yang belum selesai.

Tapi masyarakat diperbolehkan jika tetap ingin membuatnya dengan beberapa syarat dan pembatasan yang memenuhi protokol kesehatan.