April 26, 2024

Perkembangan agama Islam di Indonesia dan tulisan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Sejak awal perkembangan Islam, tulisan Arab Pegon sudah menjadi media untuk proses transfer ilmu agama di masyarakat Jawa.

Kata pegon sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘pego’ yang memiliki makna tidak lumrah dalam pengucapan bahasa Jawa. Seiring berjalannya waktu, kata pego berubah menjadi pegon.

Istilah tersebut merujuk pada penggunaan aksara Arab yang digunakan untuk menulis teks bahasa Jawa. Aksara Pegon juga memiliki tata ejaan yang berbeda dengan aksara arab yang digunakan pada Alquran.

Baca juga: Tradisi Pojhian Hodo, Ritual Sakral Pemanggil Hujan dari Situbondo

Sejarah Aksara Pegon digunakan untuk menyebarkan agama Islam di Jawa

Sejarah Aksara Pegon, Jadi Warisan Budaya Umat Islam di Jawa

(foto: republika)

Pada abad 15, agama Islam berkembang secara luas di Jawa. Hal ini membuat aksara Arab mempunyai eksistensi yang penting karena digunakan untuk mendukung dan menopang perkembangan agama Islam.

Para ulama zaman dulu menyebarkan ajaran Islam bagi golongan yang mampu berbahasa Arab juga yang tidak mampu.

Bagi golongan yang tidak mampu berbahasa Arab, para ulama Jawa mentransformasi bahasa Jawa ke dalam huruf Arab.

Cara yang dilakukan untuk proses transformasi itu adalah dengan mereka-reka huruf Arab sehingga dalam praktiknya dapat digunakan untuk mengucapkan lafal Jawa.

Pada awalnya huruf Arab hasil rekaan ini hanya digunakan untuk menuliskan ajaran agama Islam saja.

Kemudian digunakan juga untuk menuliskan karya sastra, khususnya di daerah pesisir seperti Gresik, sebelah timur Surabaya, Cirebon sampai di sebelah barat banten.

Ada daya tarik tersendiri dalam proses penciptaan aksara Pegon

Sejarah Aksara Pegon, Jadi Warisan Budaya Umat Islam di Jawa

(foto: nu)

Selain kegunaannya yang sangat penting, penciptaannya juga memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih, sejarahnya menunjukan respon dinamis dan kreatif dari para ulama Jawa terdahulu.

Jika melihat sejarah perkembangan agama Islam, aksara Pegon mempunyai peran yang signifikan untuk menjembatani keinginan dan kebutuhan pendekatan diri dengan sumber ajaran agama Islam yang ditulis menggunakan huruf Arab.

Para ulama Jawa kemudian menggunakan huruf Arab untuk menuliskan bahasa Jawa, kemudian menambahkan tanda diakritik di atas huruf Arab yang ada untuk mengatasi persoalan fonetis.

Proses ini juga yang kemudian memunculkan istilah ‘pegon’ yang berarti tidak lurus atau serong karena memang aksara Pegon menyimpang dari literatur Jawa maupun Arab.

Baca juga: Asal Usul Tradisi Mudik, Sudah Ada Sejak Zaman Majapahit

Sejarah aksara pegon di masa kolonial mulai dikurangi penggunaannya

Sejarah Aksara Pegon, Jadi Warisan Budaya Umat Islam di Jawa

(foto: republika)

Sejarahnya bertahan berabad-abad sebelum akhirnya mulai dikurangi penggunaannya saat Belanda datang ke Indonesia.

Setelah menapakan kaki di Nusantara, Belanda mulai membuka sekolah barat untuk masyarakat lokal, mereka juga banyak mengangkat pribumi sebagai pegawai pemerintah.

Sejak saat itu, penggunaan aksara latin mulai berkembang cukup pesat. Pada tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda membuat aturan mengenai pendidikan agama Islam yang dikenal sebagai Ordonansi Guru.

Aturan ini kemudian membuat aksara latin menggeser posisi aksara Pegon, meskipun ulama Jawa terdahulu sudah terbiasa menggunakannya.

Yang terjadi kemudian adalah aksara Pegon menjadi eksklusif dan penggunaannya hanya terbatas di pesantren-pesantren tradisional.

Para santri dan guru di pesantren-pesantren tradisional menggunakannya untuk memberi penjelasan dan mengkaji kitab berbahasa Arab.

Banyak santri yang tidak bisa membaca aksara pegon peninggalan ulama terdahulu

Sejarah Tulisan Arab, Jadi Warisan Budaya Umat Islam di Jawa

(foto: republika)

Aksara pegon memiliki banyak sebutan. Di daerah Malaysia disebut sebagai huruf Jawi, di lingkungan pesantren disebut sebagai huruf Arab Pegon.

Sementara itu, untuk masyarakat luas lebih dikenal sebagai huruf Arab melayu karena huruf Arab yang berbahasa Indonesia sudah digunakan di berbagai macam daerah.

Oleh karena itu bukan sesuatu yang ganjil jika produk-produk makanan di kawasan tersebut memiliki aksara pegon di kemasannya.

Perlahan-lahan, banyak sekolah Islam modern yang memilih untuk meninggalkan aksara arab ini karena dianggap tidak praktis.

Hal ini menimbulkan kerugian besar, yaitu ketidakmampuan santri membaca dan mengkaji peningalan para ulama Jawa terdahulu.

Padahal sebagian besar karya ulama tersebut ditulis dengan aksara Pegon. Dengan kata lain, kita akan kehilangan warisan leluhur yang sangat berarti.

Dalam praktiknya, aksara Pegon biasa digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa maupun bahasa daerah lainnya tergantung siapa yang menggunakannya.